Ada Apa dengan Simulasi?

Oleh Rini Setyaningsih

BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mengumumkan bahwa pada tanggal 26 April 2025 akan diadakan simulasi bencana serentak di seluruh Indonesia sebagai upaya memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana atau disingkat HKB. HKB ini merupakan acara nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan seluruh lapisan masyarakat agar menjadi Indonesia Tangguh Bencana. Oleh karena itu semua OPD Dinas melakukan simulasi Siap siaga Bencana. Sebelumnya Kepala Sekolah diberi surat undangan dari Dinas Pendidikan  mengirimkan 4 orang yang terdiri dari KS/WAKA, Guru, TU dan Penjaga untuk ikut dalam acara SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana). Di sana perwakilan sekolah diberi materi tentang Bencana-bencana yang terjadi di Indonesia. Sehingga tindak lanjut dari acara tersebut yaitu melakukan simulasi. Diawali pada hari Senin, pak Angga sebagai koordinator SPAB dan Bu Rini dipanggil oleh Kepala Sekolah untuk melakukan simulasi Bencana. Kami masih bingung karena yang kami laporkan ke Blora ada bencana Kekeringan. Dan tindak lanjutnya membuat sumur resapan maupun menanam tanaman. Akhirnya kami berkonsultasi dan berdialog dengan Kepala sekolah dan memutuskan untuk mensimulasikan bencana gempa bumi.

Materi kelas 8 kebetulan ada gempa bumi sehingga bisa langsung mengena di kelas 8. Akan tetapi di kelas 7 maupun 9 tidak ada. Untuk mengatasi hal itu, kami memanggil semua ketua kelas 7,8,9 dengan membunyikan bel 1x tanda bahwa ketua kelas harus kumpul. Selain tanda bel, kami juga mengumumkan lewat pengeras suara agar segera menuju ke depan ruang TU. Setelah ketua kelas berkumpul, semua diberi penjelasan oleh Pak Angga bahwa besok Sabtu puluk 10.00 WIB akan dibunyikan sirine tanda bahwa ada bencana gempa bumi. Ketika sirine dibunyikan, semua siswa wajib berlari keluar dengan membawa tas yang ditaruh di atas kepala sebagai perlindungan kepala kita. Tidak hanya itu, sebelumnya guru IPA memberi arahan di kelas 8 bagaimana proses terjadinya gempa, langkah apa yang akan dilakukan ketika terjadi bencana. Bu Rini beserta Pak Pram menempelkan gambar jalur evakuasi di setiap dinding luar kelas maupun ruang guru dan TU. Jalur Evakuasi ini berupa arah untuk menuju titik kumpul (assembly point). Syarat titik kumpul adalah lapangan terbuka yang atasnya tidak ada atap,tidak ada kabel, tidak ada pohon. Mengapa demikian? agar tidak ada benda apapun yang menimpa tubuh. Pak Angga berkoordinasi dengan Pak Pandu sebagai pembina Pramuka untuk memerintahkan siswa inti membuat dragbar. Dragbar ini untuk mengangkat siswa yang terluka akibat gempa bumi. Bu Rini berkoordinasi dengan Bu Lulu’ dan Pak Eko untuk mendokumentasikan simulasi. Sebelum mendokumentasikan tentunya ada skenario dari awal hingga akhir agar dokumentasi menjadi sempurna. Tidak hanya itu saja, siswa sebagai aktor dan aktrisnya juga diberi tahu skenarionya. Kelas yang menjadi target video diantaranya kelas 8C,9E, dan 7G.

Tiba saatnya hari H, persiapan hampir 90%. Pada jam 08.00 Pak Angga memberikan informasi kepada Bapak/ Ibu guru bahwa akan diadakan simulasi. Guru diminta untuk tetap memberikan pelajaran. Setengah dari jumlah siswa di kelas diminta untuk keluar dan setengahnya lagi diminta untuk tetap di ruangan kelas agar di lapangan tidak terlalu banyak siswa. Waktu menunjukkan kurang 2 menit lagi, kami susah diingatkan oleh Bapak Kepala Sekolah. Karena hari Sabtu ada mata pelajaran SSN (Sekolah Sisan Ngaji) dan sifatnya moving class artinya tergantung dari bacaan siswa sudah lancar atau belum. Waktu simulasi menjadi molor dikarenakan menunggu siswa kembali ke kelas masing-masing. Siswa sangat antusias menyambut simulasi. Setelah sudah ready akhirnya simulasi dilaksanakan dengan membunyikan sirine tanda bahaya. Siswa berhamburan keluar sesuai jalur evakuasi menuju titik kumpul. Dokumentasi yang pertama belum bagus, sehingga harus diulang lagi dan siswa diberi pengertian agar sesuai dengan skenario. Ada apa dengan simulasi? pertanyaan ini sangat menggelitik di benak kami para guru di SMP Negeri 1 Kedungtuban. Karena kami berada di Jawa, pasti dikaitkan dengan mitos-mitos yang beredar bahwa biasanya ketika pemerintah memberi perintah seperti itu pasti akan ada tanda bencana yang akan terjadi. Ada yang nyeletuk dengan bahasa Jawa,” Ono opo Iki kok dikon simulasi koyo ngene?biasane ngene Iki perlambange arep Ono bahaya”. Hal ini dikaitkan dengan prediksi gempa megratrusht di Jawa. Semoga prediksi dan bencana tersebut tidak akan terjadi di daerah kita. Oleh karena itu kita harus tetep waspada dan siap siaga ketika terjadi bencana dengan melakukan simulasi.