Karya : Gutamining Saida
Pada hari ini, saya memasuki kelas 9C dengan semangat tinggi untuk melaksanakan asesmen diagnostik tentang uang dan lembaga keuangan. Topik ini merupakan bagian penting dari pembelajaran IPS. Saya ingin mengetahui sejauh mana pemahaman siswa sebelum materi diajarkan lebih dalam. Begitu saya menjelaskan bahwa hari ini akan ada asesmen, beberapa siswa langsung mengeluh.
“Bu, kok belum diterangkan sudah diberi soal?” keluh Setya yang duduk di barisan belakang, dengan nada keras suaranya. Saya tersenyum dan mencoba menenangkan mereka. “Tenang saja, ini hanya untuk mengetahui sejauh mana kalian sudah tahu tentang uang dan lembaga keuangan. Tidak akan mempengaruhi nilai akhir kok,” jawab saya, berharap bisa meredakan ketakutan mereka.
Namun, keluhan lain mulai terdengar. “Saya belum paham, Bu. Pasti nanti nggak bisa jawab,” kata Puji Asih sambil menunduk, memperlihatkan rasa takut tidak bisa mengerjakan asesmen dengan baik. Di sisi lain, ada beberapa siswa yang justru terlihat lebih santai. Mereka duduk dengan posisi malas, seolah-olah tidak peduli dengan tugas yang akan mereka hadapi. Salah satu di antaranya bahkan berbisik kepada temannya, “Ah, santai aja, soal kayak gini pasti gampang. Kalau nggak tahu, tebak aja.” Sikap masa bodoh ini membuat suasana kelas menjadi agak campur aduk, antara siswa yang merasa tertekan dan mereka yang tampak acuh tak acuh.
Saya berjalan mengelilingi kelas, memperhatikan ekspresi mereka. Beberapa anak terlihat serius, mendengarkan asesmen yang saya bacakan dengan wajah penuh kekhawatiran. Ada yang berkutat dengan pulpennya, ragu untuk memulai, sementara lainnya masih sibuk bertanya pada teman di sebelahnya, berharap mendapat sedikit bantuan.
Saya menghampiri satu siswa yang tampak paling cemas. “Coba tenang dulu, ya. Jangan takut salah. Pilih jawaban sesuai hati nurani aja dulu apa yang kamu tahu,” saya memberi dorongan sambil meletakkan tangan di bahunya. Dia tersenyum sedikit, lalu mulai semangat menebak soal yang saya berikan .
Di sisi lain, ada siswa yang dengan santai menyandarkan tubuh ke kursi, hanya mendengarkan soal tanpa niat untuk segera mengerjakannya. Ketika saya mendekat, dia hanya tersenyum tipis. “Saya nggak paham, Bu. Jadi saya bingung mau jawab apa,” katanya Sugiono tanpa menunjukkan rasa khawatir.
Sesi asesmen ini memberikan gambaran yang jelas tentang sikap dan kesiapan siswa menghadapi materi. Ada yang merasa takut gagal, ada yang terlalu percaya diri, dan ada pula yang benar-benar tidak peduli. Di akhir sesi, saya mengingatkan mereka bahwa asesmen ini hanyalah langkah awal untuk mengetahui kemampuan mereka.
Saat ini, menyuruh mereka menjawab dengan melambaikan kertas warna warni yang sudah saya siapkan. Ada empat warna, pink, merah, kuning dan biru. Merah menunjukan pilihan jawaban “A”, pink untuk jawan “B”, kuning untuk jawaban “C’ dan biru untuk jawaban “D”.
Saya meminta mereka menyebutkan nilai yang diperoleh dengan berbagai ekspresi dari yang lega, senang, bingung, hingga yang benar-benar tidak peduli. Saya tersenyum, sudah siap untuk menyiapkan strategi pembelajaran yang lebih tepat sesuai dengan kondisi kelas 9C. Kemudian saya melanjutkan materi pembelajaran sampai bel berbunyi sebagai tanda pergantian jam pelajaran. Sampai jumpa di cerita mendatang dengan topik yang berbeda. Salam literasi.
Cepu, 19 September 2024
Beri Komentar